Menyelami Makna Dari Sebuah Kata Toleransi
Saban hari,
silih berganti, tahun dan hari. Kita sering kali mendengarkan kata toleransi, apalagi
mendekati sesebuah perayaan maupun peringatan tertentu. Dan itu tidak asing lagi bagi warga negara
berpenduduk beragam seperti Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku,
ras, etnik dan agama tentulah sangat diperlukan sikap toleransi demi
terciptanya kerukunan hidup bersama.
Namun melihat fenomena yang tengah berlaku saat ini,
banyak orang baik itu yang Muslim maupun non-Muslim telah salah dalam memaknai
toleransi sehingga melanggar aturan serta batas-batas bertoleransi dalam
beragama itu sendiri.
Seperti yang terjadi setahun silam. Kehadian mahasiswa
dalam Misa Natal di gereja merupakan bentuk partisipasi (musyarakah) bagi agama
lain.
Seperti yang dilansir oleh m.hidayatullah.com-DESEMBER
2015 lalu publik kembali dikejutkan oleh kelakuan mahasiswa PTAIN. Kali ini
belasan Mahasiswa UIN DIY ikut merayakan Misa malam Natal di dalam sebuah
gereja di Solo yang dipimpin oleh Pendeta Wahyu Nugroho.
“Pak Wahyu adalah dosen kami di Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam. Beliau mengajar mata kuliah teks suci Al-Quran dan kitab agama
lain. Kami ingin mengucapkan selamat Natal saja dengan datang ke sini,” beber
Taufik, salah seorang mahasiswa yang turut hadir dalam perayaan tersebut. Para
jemaat gereja menyambut mereka dengan hangat, bahkan usai acara, ada beberapa
yang meminta foto bersama mahasiswa/i UIN tersebut dengan latar belakang pohon
Natal. Meski sang rektor sudah meralat acaranya sebenarnya, namun banyak
kalangan mengkritik tindakan ini. Bagaimana mungkin mahasiswa perguruan Tinggi
Islam yang lulusannya diharap melahirkan dadi oleh masyarakat, justru melakukan
aktivitas pendangkalan aqidah?
Apakah ini disebut toleransi beragama? Tindakan tersebut
jelas merupakan toleransi yang salah kaprah dan melanggar batas-batas syariah
Islam. Yang dilakukan para mahasiswa itu, sesungguhnya bukan bentuk toleransi
yang diajarkan Islam, melainkan toleransi liberal yang diajarkan Barat, yang
memang tidak mengenal syariah Islam sebagai batas-batasnya.
Mengutip kitab Naqd at Tasaamuh al Libraali
(Kritik Terhadap Toleransi Liberal) karya Prof. Muhammad Ahmad Mufti yang
menyebutkan toleransi liberal didasarkan pada tiga ide pokok yakni
·
Sekularisme : yaitu pemisahan agama dari kehidupan.
·
Relativisme : yaitu paham yang memandang kebenaran suatu
agama itu relatif (tidak mutlak benar).
·
Pluralisme : yaitu paham yang memandang kebenaran semua
agama yang bermacam-macam.
“Sesungguhnya ketiga ide pokok paham tersebut semuanya
batil dan bertentangan dengan Islam!”
DEFINISI KATA TOLERANSI
Menurut Perez Zagorin, dalam bukunya How the Idea
of Religious Toleration Came to the West, terbitan Princeton University
Press (2003), yang pendapatnya banyak dikutip oleh ensiklopedia dan dijadikan
sebagai sebagai definisi umum dari makna Toleransi :
Toleration is "the practice of
deliberately allowing or permitting a thing of which one disapproves. One can
meaningfully speak of tolerating—i.e., of allowing or permitting—only if one is
in a position to disallow." It has also been defined as "to bear or
endure" or "to nourish, sustain or preserve" or as "a fair,
objective, and permissive attitude toward those whose opinions, beliefs,
practices, racial or ethnic origins, etc., differ from one's own; freedom from
bigotry" too. Toleration may signify "no more than forbearance and
the permission given by the adherents of a dominant religion for other
religions to exist, even though the latter are looked on with disapproval as
inferior, mistaken, or harmful."
Toleransi adalah "praktek yang sengaja membiarkan
atau mengizinkan hal yang satu tidak menyetujui. Satu bermakna dapat berbicara
tentang toleransi. Memungkinkan atau mengizinkan hanya jika berada dalam posisi
untuk melarang." Ini juga telah didefinisikan sebagai "menanggung
atau bertahan" atau "untuk memelihara, mempertahankan atau
melestarikan" atau sebagai "adil, obyektif, dan sikap permisif terhadap
orang-orang yang pendapat, keyakinan, praktek, suku bangsa atau etnis, dll,
berbeda dari sendiri, kebebasan dari fanatisme "juga. Toleransi mungkin
menandakan "tidak lebih dari kesabaran dan izin yang diberikan oleh para
penganut agama yang dominan bagi agama-agama lain untuk ada, meskipun yang
terakhir ini memandang dengan ketidaksetujuan sebagai inferior, keliru, atau
berbahaya."
Atau membiarkan orang lain berpendapat lain,melakukan hal
yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi.
istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau
tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah
toleransi beragama, di mana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda.
Dan Bagaimana Islam Memandang Toleransi Itu Sendiri?
Sesungguhnya Islam mempelopori sikap toleransi yang indah
jauh-jauh hari sebelum aliran liberalisme dan pluralisme diorbitkan. Mengingat
kisah-kisah heroik para pejuang Islam terdahulu seperti:
Umar bin Khatab yang menaklukkan Jerusalem dengan damai,
memuliakan penduduk kota Jerusalem, memuliakan tawanan perang, menghormati
keyakinan penduduk kota Jerusalem dengan tidak memaksakan Islam kepada mereka
dan membiarkan rumah-rumah Ibadah agama lain tetap tegak.
Begitu juga dengan Sholahuddin Al Ayubi atau yang lebih
populer di Eropa dengan nama Saladin. Ksatria Islam kedua yang kembali merebut
tanah Palestina dengan menjunjung tinggi sikap toleransi kepada para penduduk
Palestina yang non Muslim. Sholahudin Al Ayubi memasuki Palestina dengan
membawa kedamaian. Sikap Saladin yang lemah lembut terhadap penduduk Kristen
dan Yahudi di Palestina sontak membantah semua anggapan mereka terhadap kabar
yang beredar akan kekejaman Sholahudin Al Ayubi.
Begitupula dengan penaklukkan Konstantinopel oleh
Muhammad Al Fatih. Begitu masyhur namanya dipuji tak hanya oleh Muslim, tapi
juga oleh pihak musuh pada masanya. Seorang Sultan yang turun langsung memimpin
pasukan dalam penaklukan Konstantinopel, diakui kecerdikannya dan dikagumi
kepemimpinannya.Meskipun sebelumnya di Andalusia terjadi pembantaian dan
genosida terhadap umat Islam yang dilakukan oleh pasukan salib, hal itu
tidaklah serta merta membuat Al Fatih menaruh dendam dan berniat akan melakukan
hal yang sama kepada rakyat Konstantinopel. Saat Konstantinopel berhasil
ditaklukkan, Al Fatih memasuki kota dengan damai, ia memerintahkan pasukannya
untuk memasuki setiap pelosok kota dan melindungi penduduk tanpa ada kekerasan
dan permusuhan.
Begitulah semestinya toleransi yang harus diterapkan oleh
umat Islam. Namun kini banyak penerus generasi Islam yang salah kaprah memaknai
toleransi dalam beragama. Batasan dan aturan yang sudah ada dibantah oleh
mereka dengan teori-teori tak berdasar yang tak jelas dari mana sumbernya. Menghormati
perbedaan bukanlah dengan memaksakan untuk menyamakan perbedaan itu. Menghargai
agama lain tidak harus dengan mengucapkan selamat dan ikut merayakan hari raya
agama lain, kita berbeda dan seharusnyalah kita menyadari perbedaan itu dengan
baik dan benar. Cukuplah bagaimana sikap kesatria Khalifah Umar, Sultan
Solahudin Al Ayubi, dan Sultan Muhammad Al Fatih menjadi contoh terbaik tentang
bagaimana seharusnya sikap toleransi itu diterapkan. Mereka adalah beberapa
contoh pemimpin dan panutan yang patut dicontoh oleh kita semua terutama umat
Islam dalam hidup bertoleransi antar umat beragama
Bagaimana Islam mendefenisikan Toleransi?
Secara bahasa Arab akan kita temukan kata yang mirip
dengan arti toleransi yakni:
"إختمال , تسمه
" yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha - yasmuhu - samhan,
wasimaahan, wasamaahatan, artinya: murah hati, suka berderma).
Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai,
dengan sabar menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok
lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan"تلبسوا الحق بالباط " ,
mencampuradukan antara hak dan batil, suatu sikap yang sangat
terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang
dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap sinkretis yang
dilarang oleh Islam.
Harus kita bedakan antara sikap toleran dengan
sinkretisme. Sinkretisme adalah mem-benarkan semua keyakinan/agama. Hal ini
dilarang oleh Islam karena termasuk Syirik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ
الإسْلامُ
"Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah
hanyalah Islam". (QS. Ali Imran: 19)
Sinkretisme mengandung "تلبسوا الحق بالباط " (mencampurkan
yang haq dengan yang bathil). Sedangkan toleransi tetap memegang prinsip al-furqon
bainal haq wal bathil (memilah/memisahkan antara haq dan bathil). Toleransi
yang disalahpahami seringkali men-dorong pelakunya pada alam sinkretisme.
Gambaran yang salah ini ternyata lebih do-minan dan bergaung hanya demi
kepentingan kerukunan agama.
Dalam Islam toleransi bukanlah fatamorgana atau bersifat
semu. Tapi memiliki dasar yang kuat dan tempat yang utama. Ada beberapa ayat di
dalam Al-Qur'an yang bermuatan toleransi.
Konsep toleransi beragama dalam Islam
Ø Toleransi dalam
keyakinan dan menjalankan peribadahan
Dari pengertian diatas konsep terpenting dalam toleransi
Islam adalah menolak sinkretisme.
Yakni Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam
adalah bathil. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ
الإسْلامُ
“Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah
hanyalah islam”.(Al-Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang mencari agama selain agama
islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan
diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Al-Imran: 85)
Kemudian Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah
didunia ini adalah pasti dan tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya. Dan
kebenaran itu hanya ada di agama Allah Ta' ala. ”
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا
تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka
janganlah engkau termasuk kalangan orang yang bimbang.”( Al- baqarah :147 )
Kemudian Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak
bersandar kepada apapun yang selainnya untuk kepastiaan kebenarannya,
sebagaimana firman Allah Ta'ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian
agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai
agama kalian”. (Al-Maidah: 3)
Kaum mu'minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya
lebih tinggi daripada orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula
daripada orang-orang yang munafik (ahlul bid'ah) Allah menegaskan yang artinya
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا
وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“maka janganlan
kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman
(Al-Imran: 139)
Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam
segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini
sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Ta'ala dalam firmanNya:
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ / لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ / وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ / وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ / وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ / لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ/
“Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak
menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah
dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa
yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun:
1-6).
Ø Toleransi dalam
Beragama/ hidup berdampingan dengan agama lain.
Yakni umat Islam dilarang untuk memaksa pemeluk agama
lain untuk memeluk agama Islam secara paksa. Karena tidak ada paksaan dalam
agama. Allah berfirman:
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ
بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan dalam masuk ke dalam agama
Islam, karena telah jelas antara petunjuk dari kesesatan. Maka barangsiapa yang
ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Alloh sesungguhnya dia telah berpegang
kepada buhul tali yang kuat yang tidak akan pernah putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( Qs. Al-Baqoroh : 256 )
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ
مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ
“Berilah peringatan, karena engkau ( Muhammad )
hanyalah seorang pemberi peringatan, engkau bukan orang yang memaksa mereka.” (
Qs. Al-Ghosyiyah : 21 -22 )
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat tersebut menjelaskan:
Janganlah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas
dan gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu
memaksakan seseorang untuk masuk ke dalamnya. Orang yang mendapat hidayah,
terbuka, lapang dadanya, dan terang mata hatinya pasti ia akan masuk Islam
dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup
penglihatan dan pendengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan
paksa.
Ibnu Abbas mengatakan "ayat laa ikraha fid din"
diturunkan berkenaan dengan seorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama
Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini
disampaikan pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu
wa Ta'ala menurunkan ayat tersebut .
Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwayatkan telah berkata
bapakku dari Amr bin Auf, dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata,
"Aku dahulu adalah abid (hamba sahaya) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani.
Umar menawarkan Islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata: laa ikraha
fid din, wahai Asbaq jika anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu dalam
urusan-urusan muslimin."
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapatlah kita tarik beberapa
kesimpulan
v Bahwa toleransi
dalam Islam adalah toleransi sebatas menghargai dan menghormat pemeluk agama
lain, tidak sampai pada sinkretisme.
v Islam memiliki
prinsip-prinsip dasar dalam toleransi ini, yakni menyatakan bahwa satu-satunya
agama yang benar adalah Islam, Islam adalah agama yang sempurna, dan Islam
dengan tegas menyatakn bahwa selain dari Islam tidak benar, atau salah. Dan
sebagainya.
v Toleransi Islam
dalam hal beragama adalah tidak adanya paksaan untuk memeluk agama Islam.
v Kemudian
toleransi Islam terhadap hidup bermasyarakat dan bernegara, yakni islam
membolekan hidup berdampingan dalam hal bermasyakat bernegara selama mereka
tidak memusuhi dan tidak memerangi umat Islam. Dalam hal ini umat Islam
diperintahkan berbuat baik dan menjaga hak-hak mereka dan sebagainya.